KISAH TENTANG SEBUAH PILIHAN

Setiap orang terlahir dengan sebuah harapan dan cita-cita. Sewaktu kecil kita dapat dengan mudah membayangkan betapa mudahnya menggapai cita-cita. Sehingga seringkali jika ada yang menanyakan tentang cita-cita, kita selalu bersemangat dan sangat percaya diri menceritakan apa yang dicita-citakan. Namun, sekarang lihatlah apakah kamu tetap seperti dulu yang selalu bersemangat untuk bercita-cita? Mengapa seperti itu, mana dagu tegarmu yang dulu sangat percaya bahwa itu cita-cita terbaik dalam hidupmu. Atau jika seandainya kamu telah mengganti cita-cita itu, setidaknya jangan runtuhkan semangatmu menggapai cita-citamu itu.
Saya pun mengalami apa yang anda rasakan, makanya saya bisa menuliskan untuk anda. Tapi mungkin dalam menyikapi hal ini berbeda antara cara anda dengan cara saya. Sedikit pengalaman yang boleh anda ketahui, dulu sewaktu duduk di bangku SD kelas satu sampai kelas tiga, jika ditanya tentang cita-cita dengan yakin saya menjawab bahwa saya memiliki cita-cita sebgai guru, dan saya yakin bahwa saya bisa menjadi seorang guru karena terinspirasi oleh guru kelas saya sendiri. Waktu ke waktu pernah saya mencoba membaca sebuah buku cerita, dan saya melihat di halam terakhir ada kata “penulis” dan sebuah nama. Lalu saya mengubur cita-cita guru dengan mudahnya, lalu saya menggemborkan pada teman-teman bahwa cita-cita saya adalah seorang penulis, karena menurut saya menjadi penulis adalah hal yang indah, namanya bisa tercantum di buku-buku perpustakaan. Yah layaknya masih anak SD yang polos, saya belajar mengasah kemampuan menulis dari sekedar membuat cerita sehari-hari sampai dengan membuat sebait puisi karena terpilih menjadi perwakilan sekolah di acara lomba cipta dan baca puisi.
Kalau saya ceritakan semuanya pasti ini akan terlalu panjang, langsung saja ya. Baru-baru ini cita-cita saya pun berubah, diawali dengan kelulusan dari sekolah tingkat SMA. Ada banyak hal yang saya temui di masa SMA terutama tentang cita-cita, entah kenapa saat ditanya tentang cita-citaselalu ada keraguan untuk menjawabnya. Untuk bercita-cita saja saya harus melihat keadaan orang tua, kondisi dan lain sebagainya. Beberapa minggu setelah kelulusan, saya semakin gundah. Teringin hati menempuh pendidikan di luar kota mengejar beasiswa dan berada dalam jurusan yang saya minati. Namun, sayangnya orang tua tak mengizinkan untuk saya capai cita-cita itu. Akhirnya ya saya putuskan menjalani hidup dengan ketentuan yang sudah orang tua pilihkan. Saya hanya yakin bahwa pilihan dari orang tua adalah yang terbaik, tapi yang masih saya syukuri orang tua membebaskan untuk saya mengambil jurusan yang saya mau.
Pada intinya ya guys, kalian selalu diberi hak untuk memilih dan menentukan pilihan kalian masing-masing tapi ingat pilihan yang kalian mau tak sebebas angin yang terhempas bebas kemanapun pergi. Masih ada banyak orang yang peduli akan keselamatan dan kebahagiaanmu, jadi pertimbangkan saran mereka tanpa merusak pilihan yang kalian mau juga tanpa mengesampingkan cita-cita mu itu. Ingatlah masa kecilmu yang selalu bangga akan cita-cita yang ada diangan, ingat pula semangat yang pernah kalian tumpahkan saat itu. Jadi tetap semangat dalam menggapai pilihan hidup yang telah kalian tentukan, termasuk semangat menggapai cita-cita karena bercita-cita adalah bagian dari sebuah pilihan.

Saya akan lebih bahagia , jika kalian tersenyum setelah membaca ini. Jadi saya harap kalian tersenyum dan dengan senyuman yang kalian punya, saya mohon bangkitlah dalam keterpurukan. J

Komentar